Angkat Disertasi tentang “Baayun Maulid”, Wahyudi Raih Gelar Doktor Pendidikan Islam

Mengambil Judul disertasi `Dialektika Paham Keagamaan dan Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Baayun Maulid di Banua Halat`, Wahyudi Rifani berhasil mempertahankan Disertasinya dihadapan majelis sidang promosi Doktor Pendidikan Agama Islam di Pascasarjana UIN Antasari (27/02/21) dengan para penguji Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M.Ag, Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA, Dr. Wahyudin, M.Si, Dr. Zainal Fikri, M.Ag, MA, Dr. M. Zainal Abidin, M.Ag, dan Dr. H. Khairil Anwar, M.Ag (Penguji Eksternal).

Dalam menyelesaikan Disertasinya dibimbing oleh Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA Dan Dr. Wahyuddin, M. Si. Promovendus menjelaskan bahwa budaya lokal dalam konteks perkembangan Islam merupakan salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan dalam menyampaikan pesan-pesan agama dan nilai-nilai pendidikan. Akan tetapi hal itu kini mulai dilupakan oleh generasi sekarang sebagai dampak dari globalisasi  dan kemajuan teknologi. Padahal sejarah telah mencatat bahwa Islam lahir tidak dalam ruang hampa nilai, melainkan melalui pergumulan dengan budaya dan kearifan local masyarakat setempat.

Dalam konteks budaya lokal di Kalimantan selatan, budaya baayun anak ini memiliki keterkaitan erat dengan keyakinan yang tumbuh pada masyarakat Dayak, bahwa setiap anak yang baru dilahirkan masih merupakan anak bidan hingga dilakukan upacara/ritual bapalas bidan, yaitu upacara yang menandai diserahkannya hak asuh anak oleh bidan kepada orang tua bayi hingga upacara ini dikenal dengan upacara baayun bidan.

Seiring dengan transformasi dan pencampuran budaya dengan nilai-nilai Islam yang telah berlangsung sekian lama, budaya baayun tersebut kemudian mulai mengalami perubahan, baik pada orientasi maupun nilai yang dikandungnya. Proses dialektika yang terjadi dalam tradisi ini berlangsung nyaris tanpa gejolak , namun secaras substansial terdapat perbedaan dengan tradisi sebelumnya seperti bacaan mantra-mantra kepada para dewa dan leluhur nenek moyang suku dayak Meratus, kini digantikan dengan pembacaan syair-syair maulid dan shalawat yang berisi sejarah, perjuangan dan pujian terhadap Nabi Muhammad. Jika sebelumnya upacara ini dilaksanakan di Balai dalam rumah adat Dayak, maka kini dipindahkan ke masjid al-Mukarramah Banua Halat. Sehingga menjadi tradisi yang bernuansa Islami seperti nampak pada upacara baayun maulid“, papar Wahyudi