Pascasarjana IAIN Antasari lahirkan Doktor ke-9
Rabu 29 Maret 2017 adalah momen penting dalam sejarah Pascasarjana IAIN Antasari, karena pada hari tersebut “lahir” Doktor kesembilan pada Program S3 Pendidikan Agama Islam. Hasni Noor, dosen pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dinyatakan lulus menempuh ujian disertasi dan berhak menyandang gelar Doktor. Di hadapan pengunjung sidang, Prof. Dr. H. Akh. Fauzi Aseri, MA selaku pimpinan sidang mengumumkan hasil kelulusan. “Setelah memperhatikan hasil ujian saudara Hasni Noor, maka Dewan Penguji menyatakan bahwa Saudara dinyatakan lulus dengan nilai 88 dan meraih predikat “amat baik”.
Hasni Noor mempertahankan disertasi berjudul “Dinamika Kurikulum Pondok Pesantren di Kalimantan Selatan (Studi Pada Pondok Pesantren Darussalam Martapura, Ibnul Amin Pamangkih, Al-Falah Banjarbaru, dan Darul Ilmi Banjarbaru) ” di bawah wibawa 6 orang penguji, yaitu: Prof. Dr. H. Akh Fauzi Aseri MA, Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. Ag, Prof. Dr. Mahyuddin Barni, M.Ag, Dr. Sukarni, M.Ag, Dr. Hj. Salamah, MPd, Prof. Dr. H. Ali Mudhafir, M. Ag (Penguji Eksternal dari UIN Sunan Ampel Surabaya), dilengkapi dengan sekretaris sidang Dr. H. Husnul Yaqin, MA.
Sebagaimana ujian lazimnya, promovendus dicecar dengan banyak pertanyaan substansial para penguji. Namun dengan tenang dan meyakinan Hasni Noor dapat menyampaikan jawaban dengan argumen yang meyakinan.
Di dalam disertasinya, pria yang pernah nyantri di Ponpes Al-Falah ini memformulasi dinamika kurikulum pesantren di Kalsel menjadi tiga kategori. pertama, Dinamika desain kurikulum pesantren, kedua dinamika implementasi kurikulum pesantren, dan ketiga Dinamika hasil kurikulum pesantren.
Hasni menguraikan pada pesantren Khalafiah diterapkan Model Konsep Kurikulum Humanistik, yaitu kurikulum yang diterapkan melalui pengembangan program pendidikan yang bersifat umum dan lokal, dengan orientasi bidang keahlian tertentu di lingkungan pesantren, misalnya STM, SMP dan Sekolah Pertanian. Sementara pesantren Salafiah menerapkan Model Konsep Subjek Akademik yang terdiri dari Ubudiyah (Tartilul Qur’an), Praktik Baca Kitab (Fathul Qarib), Nahwu (Ta’limul muta’alim), Sharaf, Fiqih, Ushul Fiqh, Hadits, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Bahasa Arab. Metode pembelajaran yang diterapkan; pertama bandongan/wetonan ialah metode pembelajaran dengan cara mendengarkan seorang kyai (guru) yang membaca, menerjemahkan, menerangkan suatu kitab yang dikaji dan para santri dengan posisi melingkar. Kedua, sorogan, yaitu sistem pembelajaran yang biasanya santri cukup dengan maju ketika santri berminat mengaji (face to face).
Adapun pada pesantren kombinasi menerapkan Model Konsep Kurikulum Subjek Akademik pada tipe salafiyah-nya dan menerapkan Model Konsep Kurikulum Humanistik pada tipe khalafiyah. Materi diajarkan melalui sajian mata pelajaran yang ditetapkan oleh Kemenag, dengan menerapkan pembagian waktu pagi hari untuk mata pelajaran muatan pesantren, sedangkan untuk mata pelajaran dari Kemenag diajarkan pada siang hari. Dengan demikian santri dibekali dua kemampuan, yaitu memiliki pengetahuan umum dan penguasaan ilmu agama. Dengan kemampuan membaca kitab-kitab klasik (kitab kuning), santri diharapkan mampu menggali ilmu agama melalui sumber aslinya
Setelah pembacaan hasil ujian, Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. Ag yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga memberikan pesan akademik mengingatkan kepada Promovendus agar memperhatikan tiga hal, yaitu: pertama, jangan merasa puas dan berhenti setelah doktor, karena masih ada jenjang guru besar yang harus diraih. Kedua, jika dahulu jangan berharap menjadi guru besar apabila belum doktor, sekarang jangan harap menjadi guru besar tanpa menulis di jurnal internasional. Untuk itu harus menyiapkan tulisan untuk Jurnal Internasional; ketiga, Dengan gelar doktor harus menjadi cambuk untuk belajar lebih dalam dan termotivasi untuk melahirkan karya-karya yang lebih banyak.
